Modul 1
KELARUTAN
I.
Tujuan
Percobaan
1.1 Menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi kelarutan suatu zat aktif.
1.2 Menentukan usaha yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kelarutan suatu
zat.
II.
Prinsip
Percobaan
Menentukan kecepatan disolusi Asam salisilat berdasarkan pengaruh pelarut
campur (kosolven), penambahan surfaktan, dan pH.
III.
Teori
Dasar
3.1 Kelarutan
Secara
kuantitatif, kelarutan suatu zat dinyatakan sebagai konsentrasi zat
terlarut didalam larutan jenuhnya pada suhu dan tekanan tertentu.
Kelarutan dinyatakan dalam satuan mililiter pelarut yang dapat melarutkan satu
gram zat. Misalnya 1 gram asam salisilat akan larut dalam 500 mL air. Kelarutan juga dinyatakan dalam satuan
molalitas, molaritas dan persen (Tungandi, 2009).
Pelepasan
zat aktif dari bentuk sediaannya sangat dipengaruhi oleh sifat-sifat kimia dan
fisika zat tersebut serta formulasinya. Pada prinsinya obat baru dapat di
absorpsi setelah zat aktifnya terlarut dalam cairan usus, sehingga salah satu
usaha untuk mempertinggi efek Farmakologi dari sediaaan adalah dengan menaikkan
kelarutan zat aktifnya (Tungandi, 2009).
Kelarutan atau solubilitas adalah
kemampuan suatu zat kimia tertentu, zat terlarut (solute), untuk larut dalam
suatu pelarut (solvent). Kelarutan dinyatakan dalam jumlah maksimum zat
terlarut yang larut dalam suatu pelarut pada kesetimbangan. Larutan hasil disebut larutan
jenuh. Zat-zat tertentu dapat larut dengan perbandingan apapun terhadap suatu
pelarut. Contohnya adalah etanol di dalam air. Sifat ini lebih dalam bahasa
Inggris lebih tepatnya disebut miscible. Pelarut umumnya merupakan suatu cairan
yang dapat berupa zat murni ataupun campuran. Zat yang terlarut, dapat berupa
gas, cairan lain, atau padat. Kelarutan bervariasi dari selalu larut seperti
etanol dalam air, hingga sulit terlarut, seperti perak klorida dalam air.
Istilah "tak larut" (insoluble) sering diterapkan pada senyawa yang
sulit larut, walaupun sebenarnya hanya ada sangat sedikit kasus yang benar-benar
tidak ada bahan yang terlarut. Dalam beberapa kondisi, titik kesetimbangan
kelarutan dapat dilampaui untuk menghasilkan suatu larutan yang disebut lewat
jenuh (supersaturated) yang metastabil (Woedepss) (Tungandi, 2009).
Kelarutan juga tergantung pada struktur zat, seperti perbandingan gugus
polar dan non polar dari suatu molekul. Makin panjang rantai gugus non polar
suatu zat makin zat tersebut larut dalam air. Selain itu, penambahan surfaktan
dapat juga ditambahkan zat-zat pembentuk kompleks untuk menaikkan kelarutan
suatu zat, misalnya penambahan uretan dalam pembuatan injeksi khinin (Tungandi, 2009).
Larutan adalah campuran yang bersifat homogen antara molekul, atom ataupun
ion dari dua zat atau lebih. Disebut campuran karena susunannya atau
komposisinya dapat berubah. Disebut homogen karena susunanya begitu seragam
sehingga tidak dapat diamati adanya bagian-bagian yang berlainan, bahkan dengan
mikroskop optis sekalipun (Tungandi, 2009).
Fase larutan dapat berwujud gas, padat ataupun cair. Larutan gas misalnya
udara. Larutan padat misalnya perunggu, amalgam dan paduan logam yang lain.
Larutan cair misalnya air laut, larutan gula dalam air, dan lain-lain. Komponen
larutan terdiri dari pelarut (solvent) dan zat terlarut (solute). Pada bagian
ini dibahas larutan cair. Pelarut cair umumnya adalah air. Pelarut cair yang
lain misalnya bensena, kloroform, eter, dan alkohol. Jika pelarutnya bukan air,
maka nama pelarutnya disebutkan. Misalnya larutan garam dalam alkohol disebut larutan
garam dalam alkohol (alkohol disebutkan), tetapi larutan garam dalam air
disebut larutan garam (air tidak disebutkan) (Tungandi, 2009).
Jika kelarutan suatu
zat tidak diketahui dengan pasti, kelarutannya dapat ditunjukkan dengan istilah
berikut (Ditjen POM, 2016) :
Istilah kelarutan
|
Jumlah bagian pelarut diperlukan untuk melarutkan 1
bagian zat
|
Sangat mudah larut
|
Kurang dari 1
|
Mudah larut
|
1 sampai 10
|
Larut
|
10 sampai 30
|
Agak sukar larut
|
30 sampai 100
|
Sukar larut
|
100 sampai 1000
|
Sangat sukar larut
|
1000 sampai 10.000
|
Praktis tidak larut
|
Lebih dari 10.000
|
3.2 Pelarut
3.2.1Jenis-Jenis
Pelarut
Pelarut
polar melarutkan zat terlarut ionik dan zat polar lainnya. Sesuai dengan itu,
air bercampur dengan alkohol dalam segala perbandingan dan melarutkan gula dan
senyawa polihidroksi yang lain (Martin, 2008).
Pelaru
nonpolar tidak dapat mengurangi gaya tarik-menarik antara ion-ion elektrolit
kuat dan lemah, karena tetapan dieektrik pelarut yang rendah. Pelarut juga
tidak dapat memecahkan ikatan kovalen dan elektrolit yang terionisasi lemah
karena pelarut aprotik, dan dapat membentuk jembatan hidrogen dengan
nonelektrolit (Martin, 2008).
Pelarut
semipolar seperti keton dan alkohol dapat menginduksi suatu derajat polaritas
tertentu dalam molekul pelarut nonpolar, sehinga menjadi dapat larut dalam
alkohol, contohnya benzena yang mudah dapat dipolarisasikan (Martin, 2008).
Larutan dapar atau larutan penyangga adalah larutan kimia yang menahan
perubahan pH jika terdapat penambahan asam atau basa. larutan dapar terdiri
dari larutan asam lemah dan garamnya atau larutan basa lemah dan garamnya. Jika pH menurun
maka garam berperan sebagai basa yang akan menerima ion hidrogen yang
ditambahkan pada larutan. (James, 2008).
pH adalah sebuah istilah kimia yang
menunjukkan derajat keasamaan, diberi angka 1 s.d 14, pH = 7 berarti netral,
lebih kecil dari 7 berarti bersifat asam, sedangkan lebih dari 7 berarti
bersifat alkali atau basa (James, 2008).
Ketersediaan hayati
(Bioavaibilitas) adalah kecepatan dan
jumlah ketersediaan zat aktif dari suatu
bentuk sediaan obat yang diberikan, sebagaimana ditunjukkan dalam kurva
konsentrasi waktu berdasarkan pengukuran
konsentrasi obat dalam sirkulasi
sistemik atau ekskresi dalam urin. (WHO, July 2006). Ketersediaan suatu obat yang didasarkan pada
jumlah obat sebenarnya yang mencapai aliran darah dari bentuk sediaan yang
diberikan (Ansel, 2006).
Larutan dapar atau
larutan penyangga adalah larutan kimia yang menahan perubahan pH jika terdapat
penambahan asam atau basa. larutan dapar terdiri dari larutan asam lemah dan
garamnya atau larutan basa lemah dan garamnya. Jika pH menurun maka garam
berperan sebagai basa yang akan menerima ion hidrogen yang ditambahkan pada
larutan. (James, 2008).
pH adalah sebuah istilah kimia yang
menunjukkan derajat keasamaan, diberi angka 1 s.d 14, pH = 7 berarti netral,
lebih kecil dari 7 berarti bersifat asam, sedangkan lebih dari 7 berarti
bersifat alkali atau basa (James, 2008).
Ketersediaan hayati
(Bioavaibilitas) adalah kecepatan dan
jumlah ketersediaan zat aktif dari suatu
bentuk sediaan obat yang diberikan, sebagaimana ditunjukkan dalam kurva
konsentrasi waktu berdasarkan pengukuran
konsentrasi obat dalam sirkulasi
sistemik atau ekskresi dalam urin. (WHO, July 2006). Ketersediaan suatu obat yang didasarkan pada
jumlah obat sebenarnya yang mencapai aliran darah dari bentuk sediaan yang
diberikan (Ansel, 2006)
MONOGRAFI
ASAM SALISILAT
Acidum Salicylicum (Ditjen
POM,2012).
Asam Salisilat [69-72-7]
BM 138,12
Asam salisilat mengandung tidak kurang
dari 99,5% dan tidak lebih dari 101,0%
, dihitung terhadap zat
yang telah dikeringkan.
Pemerian:
Hablur, biasanya berbentuk jarum halus
atau serbuk halus; putih; rasa agak manis, tajam dan stabil di udara. Bentuk
sintesis warna putih dan tidak berbau. Jika dibuat dari metil salisilat alami
dapat berwarna kekuningan atau merah muda dan berbau lemah mirip mentol.
Kelarutan:
Sukar larut dalam air dan benzene, mudah
larut dalam etanol dan dalam eter; larut dalam air mendidih; agak sukar larut
dalam kloroform.
Jarak
lebur: Antara 158º dan 161º
Penyimpanan: Dalam wadah tertutup
baik
IV.
Alat
dan Bahan
Alat
|
Bahan
|
Erlenmeyer
|
Air
|
Gelas ukur
|
Etanol
|
Buret
|
Propilen glikol
|
Statip
|
Asam salisilat
|
Pipet tetes
|
Indikator Fenolptalein
|
Neraca digital
|
NaOH 0,1 N
|
Gelas kimia
|
Tween 80
|
Labu ukur
|
Dapar Fosfat
|
Corong
|
Kertas Saring
|
Lab. Sheaker
|
Perkamen
|
Spatel
|
V.
Prosedur
Percobaan
5.1 Pengaruh pelarut campur (kosolven)
terhadap kelarutan suatu zat
Dibuat 50 mL pelarut campur dengan komposisi sebagai berikut:
No
|
Solvent
(% v/v)
|
Cosolvent
(% v/v)
|
|
Air
|
Etanol
|
Propilen glikol
|
|
1
|
100
|
0
|
0
|
2
|
60
|
10
|
30
|
3
|
60
|
20
|
20
|
4
|
60
|
30
|
10
|
5
|
60
|
40
|
0
|
6
|
60
|
0
|
40
|
1 gram Asam salisilat dilarutkan kedalam
masing-masing campuran pelarut. Larutan dikocok menggunakan pengocok orbital (Lab. sheaker) selama 1 jam. Jika ada
endapan yang terlarut selama pengocokan, ditambahkan sejumlah tertentu Asam
salisilat sampai kondisi kembali jenuh. Disaring larutan, lalu 20 mL filtrat
dan ditentukan kadar Asam salisilat terlarutnya dengan titrasi asam basa
menggunakan indikator Fenolptalein dengan peniter NaOH 0,1 N. Dibuat kurva
antara kelarutan Asam salisilat dengan konstanta dielektrik campuran pelarut.
5.2 Pengaruh penambahan surfaktam terhadap
kelarutan suatu zat
Dibuat larutan seri yang mengandung Tween 80 dengan konsentrasi:
Kemudian ditambahkan 1 gram Asam salisilat kedalam setiap komposisi
pelarut. Dikocok larutan menggunakan menggunakan lab. Sheakerselama 1 jam. Jika ada endapan yang terlarut selama
pengocokan, tambahkan sejumlah tertentu asam salisilat sampai kondisi kembali
jenuh. Disaring larutan, lalu 20 mLfiltrate ditentukan kadar asam salisilat
terlarutnya dengan titrasi asam basa menggunakan indikator Fenolptalein dengan
peniter NaoH 0,1 N. Dibuat kurva antara kelarutan asam salisilat dengan
konsentrasi surfaktan, serta tentukan KMK (Konsetrasi Misel Kritis) Tween 80.
5.3 Pengaruh pH terhadap larutan suatu zat
Buat 100 mL larutan dapar Fosfat dengan Ph 4,5, 6, 7, 8, dan 9. Diambil
25 mL dari setiap larutan, lalu tambahkan 0,5 g Asam salisilat. Kocok larutan
menggunakan lab sheaker selama 1 jam.
Jika ada endapan yang terlarut selama pengocokan, tambahkan sejumlah tertentu
asam salisilat sampai kondisi kembali jenuh. Disaring dan 20 Ml filtrat
ditentukan kadar asam salisilat yang terlarutnya dengan titrasi asam basa
menggunakan indikator Fenolptalein dengan peniter NaOH 0,1 N. dibuat kurva
hubungan antara konsentrasi zat yang diperoleh dengan pH larutan.
VI.
Data
Pengamatan
6.1
Pengaruh pelarut campur (kosolven) terhadap kelarutan suatu zat
No.
|
Volume
NaOH
|
Konsentrasi Asam Salisilat
|
1.
|
5,3
mL
|
0,01265
N
|
2.
|
18 mL
|
0,09 N
|
3.
|
17 mL
|
0,085
N
|
4.
|
18 mL
|
0,09
N
|
5.
|
24,2
mL
|
0,121
N
|
6.
|
18 mL
|
0,09 N
|
6.1.1
Perhitungan
konsentrasi Asam salisilat
Dik :
V1 = NaOH
N2 = 0,1 N
V2 = 20 mL Asam
salisilat
N1 = …..?
1. V1
N2 = V2
N2
5,3 mL
N2
N2 =
N2 =
2. V1
N2 = V2
N2
18 mL
N2
N2 =
N2 =
3. V1
N2 = V2
N2
17 mL
N2
N2 =
N2 =
4. V1
N2 = V2
N2
18 mL
N2
N2 =
N2 =
5. V1
N2 = V2
N2
24,2 mL
N2
N2 =
N2 =
6. V1
N2 = V2
N2
18 mL
N2
N2 =
N2 =
6.2 Pengaruh penambahan surfaktan terhadap
kecepatan disolusi zat
No.
|
Larutan
seri
|
Volume
NaOH
|
Konsentrasi
Asam salisilat
|
1.
|
Tween
80 0,2gr
|
5,5
mL
|
0,0275
N
|
2.
|
Tween
80 0,6 gr
|
6 mL
|
0,03
N
|
3.
|
Tween
80 1,0 gr
|
12,5
mL
|
0,0625
N
|
4.
|
Tween
80 2,0 gr
|
14,5
mL
|
0,0725
N
|
5.
|
Tween
80 4,0 gr
|
12,9
mL
|
0,0645
N
|
6.2.1
Perhitungan
konsentrasi Asam salisilat
Dik :
V1 = NaOH
N2 = 0,1 N
V2 = 20 mL Asam
salisilat
N1 = …..?
1. V1
N2 = V2
N2
5,5 mL
N2
N2 =
N2 =
2. V1
N2 = V2
N2
6 mL
N2
N2 =
N2 =
3. V1
N2 = V2
N2
12,5 mL
N2
N2 =
N2 =
4. V1
N2 = V2
N2
14,5 mL
N2
N2 =
N2 =
5. V1
N2 = V2
N2
12,9 mL
N2
N2 =
N2 =
6.3 Pengaruh pH terhadap kelarutan suatu
zat
No.
|
pH
|
Volume NaOH
|
Konsentrasi Asam Salisilat
|
1.
|
5
|
21,5
mL
|
0,1075
N
|
2.
|
6
|
18 mL
|
0,09
N
|
3.
|
7
|
7,1
mL
|
0,0355
N
|
4.
|
8
|
20,2
mL
|
0,101
N
|
5.
|
9
|
26,3
mL
|
0,1315
N
|
6.3.1
Perhitungan
konsentrasi Asam salisilat
Dik :
V1 = NaOH
N2 = 0,1 N
V2 = 20 mL Asam
salisilat
N1 = …..?
1. V1
N2 = V2
N2
21,5 mL
N2
N2 =
N2 =
2. V1
N2 = V2
N2
18 mL
N2
N2 =
N2 =
3. V1
N2 = V2
N2
7,1 mL
N2
N2 =
N2 =
4. V1
N2 = V2
N2
20,2 mL
N2
N2 =
N2 =
5. V1
N2 = V2
N2
26,3 mL
N2
N2 =
N2 =
6.4 Perhitungan
KD:
Dik:
KD air = 78,5
KD etanol = 25,7
KD Propilen glikol = 32
Dit : KD total ?
Jawab :
KDc = (% pelarut air
KD pelarut air) + (% pelarut
etanol
KD pelarut etanol) + (% pelarut
propilen glikol
KD pelarut propilen glikol)
1. KD1 = (
) + 0 + 0 = 78,5
2. KD2 = (
) + (
) + (
)
= (0,6
) + (0,1
) + (
)
= 47,1 + 2,57 + 9,6
= 59,27
3. KD3 = (
) + (
) + (
)
= (0,6
) + (0,2
) + (
)
= 47,1 + 5,14 + 6,4
= 58,64
4. KD4 = (
) + (
) + (
)
= (0,6
) + (0,3
) + (
)
= 47,1 + 7,71 + 3,2
= 58,01
5. KD5 = (
) + (
) + (
)
= (0,6
) + (0,4
) + (
)
= 47,1 + 10,28 + 0
= 57,38
6. KD6 = (
) + (
) + (
)
= (0,6
) + (0
) + (
)
= 47,1 + 0 + 12,8
= 59,9
VII.
Pembahasan
Pada percobaan praktikum ini, maksud
dan tujuannya adalah, pengaruh pelarut campur terhadap kelarutan zat, pengaruh
penambahan surfaktan terhadap kelarutan suatu zat dan pengaruh pH terhadap
kelarutan suatu zat.
A.
Pengaruh
pelarut campur (kosolven) terhadap kelarutan suatu zat
Pada percobaan ini untuk mengetahui pengaruh
pelarut campur terhadap kelarutan, dilakukan uji kelarutan terhadap asam
salisilat dalam pelarut aquadest, alkohol, dan campuran propilen glikol dengan
volume masing-masing pelarut sebanyak 50
mL, divariasikan yang dimasukkan dalam enam buah botol yang berbeda. Untuk
menentukan pengaruh pelarut terhadap kelarutan suatu zat, dilakukan dengan 50
ml pelarut campur yaitu pelarut pada tabung 1, 2, 3, 4, 5, dan 6 yang kemudian
dimasukkan 1 gram asam salisilat. Lalu dikocok dengan menggunakan lab sheaker
selama 1 jam. Menggunakan lab. sheaker karna supaya larutan dengan kekentalan
dan mengandung padatan yang tinggi cepat homogen. Kemudian disaring dengan kertas saring yang
tujuannya agar endapan yang berada di dalam larutan tidak tercampur saat
larutan akan dititrasi. Lalu 20 mL larutan difiltrat dan ditentukan kadar asam
salisilat yang larut, dengan titrasi asam basa yang menggunakan indikator
fenolptalein dan peniter NaOH 0,1 N, Tujuannya karna untuk mengetahui titik
akhir titrasi dari larutan tidak berwarna berubah menjadi merah muda. setelah
itu dibuatlah kurva antara kelarutan asam salisilat dengan harga konstanta
dielektrik.
Dan hasil dari percobaan ini pelarut campur pada tabung 1 didapatkan
volume titran sebanyak 5,3 mL dengan konsentrasi kadar asam salisilat 0,0265 N.
Hasil volume titran lebih sedikit dibandingkan pada tabung lain karna isi
tabung hanya komposisi air dan asam salisilat , tidak dicampur dengan etanol
dan propilen glikol.
Pelarut campur tabung 2 didapatkan volume titran sebanyak 18 mL
dengan konsentrasi kadar asam salisilat 0,09 N. Kenapa perbandingan volume
titran sedikit jauh dari tabung 1 karna pada saat percobaan terjadi sedikit
kesalahan yaitu lupa memberikan indikator fenolptalein, kemudian diberikan
indikator fenolptalein dan kembali di titrasi. Pada pelarut campur tabung 3
didapatkan volume titran sebanyak 17 mL dengan konsentrasi kadar asam
salisilat 0,85 N. Pelarut campur tabung
4 didapatkan volume titran sebanyak 18 mL dengan konsentrasi kadar asam salisilat
0,09 N. Untuk pelarut pada tabung 5 didapatkan volume titran sebanyak 24,2 mL
dengan konsentrasi asam salisilat 0,121 N. Dan pada pelarut tabung 6
didapatkan volume titran sebanyak 18 ml dengan konsentrasi kadar asam salisilat
0,09 N.
B.
Pengaruh penambahan
surfaktan terhadap kelarutan suatu zat
Pada percobaan ini di awali dengan
melakukan pencampuran larutan yaitu air
dan surfaktan dengan perbandingan yang berbeda-beda sesuai dengan yang telah
ditentukan. Kemudian sampel (asam salisilat) dilarutkan dalam pelarut yang
telah ditambahkan surfaktan tersebut dan dilakukan pengocokkan dengan
menggunakan pengocok orbital selama 1 jam, dalam percobaan ini menggunakan
surfaktan tween 80. Dalam pengaruh penambahan surfaktan terhadap suatu zat.
Dibuat 100 mL larutan seri tween 80 dengan konsentrasi yang telah ditentukan
kemudian ditambahkan 1 gram asam salisilat kedalam masing-masing komposisi dan
dikocok dengan lab sheaker selama 1 jam. Di saring hingga di dapat 20 mL untuk
penentuan kadar asam salisilat terlarut dengan titrasi asam basa menggunakan
NaOH dan indikator fenoftalein.
Indikator fenoftalein dipilih karena
rentang pH yang dimilikinya, yaitu berkisar antara 8,0 – 10,0. Indikator
fenoptalein berfungsi untuk menetapkan atau mengetahui titik akhir titrasi atau
titik ekivalen titrasi dan larutan uji telah beraksi sempurna yang ditandai
dengan perubahan warna dari tidak bewarnan menjadi bewarna merah muda. Sehingga
diperoleh larutan jenuh, yaitu larutan dimana zat terlarut ada yang tidak larut
dalam pelarutnya. Larutan kemudian difiltrasi dengan kertas saring untuk
memisahkan endapan dan pengotor. Larutan yang telah di saring kemudian di
titrasi dengan larutan NaOH dan indikator PP hingga diperoleh titik ekivalen.
Volume NaOH yang dibutuhkan untuk menitrasi asam salisilat dalam berbagai
konsentrasi surfaktan (tween 80).
Tween 80 dapat menurunkan tegangan
antarmuka antara asam salisilat dan medium sekaligus membentuk misel sehingga
molekul asam salisilat akan terbawa oleh misel larut ke dalam medium.
Penggunaan surfaktan pada kadar yang lebih tinggi akan berkumpul membentuk
agregat yang disebut misel.
Setelah dilakukan percobaan,
diperoleh kelarutan suatu zat secara kuantitatif, asam salisilat pada tween 0,2
gram = 0,02575 N, tween 0,6 gram = 0,03 N, tween 1,0 gram = 0,062 N, tween 2,0
gram = 0,072 N dan tween 4,0 = 0,0945 N. Berdasarkan kurva peercobaan,
menunjukan bahwa semakin tinggi konsetrasinya maka semakin tinggi kadar asam
salisilat. Kurva setelah naik memperlihatkan garis lurus yang berarti menunjukan
surfaktan tersebut telah menurunkan tegangan permukaan pada larutan asam
salisilat sampai titik KMK . Hal ini menunjukan bahwa semakin besar konsentrasi
surfaktan maka akan semakin tinggi pula kelarutan asam salisilat di dalam air.
Hal ini terjadi karena surfaktan merupakan molekul ampifilik yaitu memiliki
gugus hidrofilik(suka air/polar) dan gugus lipofilik (non polar) sehingga
surfaktan memiliki aftinitas dengan pelarut polar (air) ataupun non polar
(minyak). Penambahan surfaktan dalam larutan akan mengakibatkan turunya tegangan
permukaan larutan. Setelah mencapai konsentrasi tertentu, tegangan permukaan
akan konstan walaupun konsentrasi ini maka surfaktan mengagregasi membentuk
misel. Konsentrasi terbentuknya disebut KMK (Konsentrasi Misel Kritis).
Tegangan permukaan akan menurunkan hingga KMK tercapai. Setelah KMK tercapai,
tegangan permukaan akan konstan yang menunjukkan bahwa antara muka menjadi
jenuh dan terbentuk misel yang berbeda dalam keseimbangan dinamis dengan
monomernya. Surfaktan akan meningkatkan kelarutan za yang tidak larut air
karena za tersebut dapat tersembunyi di dalam misel. Misel sendiri adalah suatu
agregat yang mengandung monomer-monomer surfaktan, misel ini berperan dalam
proses solubilisasi misaler. Solubilisasi
misaler adalah suatu pelarut spontan yang yang terjadi pada molekul zat
yang sukar larut dalam air melalui interaksi yang reversibel dengan misel dari
surfaktan larutan sehingga terbentuk suatu larutan yang stabil secara
termodinamika.
C.
Pengaruh pH terhadap
kelarutan suatu zat
Pada percobaan ketiga mengidentifikasi pengaruh
pH terhadap kelarutan suatu zat yang menggunakan larutan dapar posfat sebagai
pelarut asam salisilat. Kelarutan adalah dimana untuk melarutkan 1 gram zat
terlarut (solute) dibutuhkan beberapa
jumlah dalam mililiter (mL) pelarut (solvent).
Larutan dapar atau larutan penyangga mampu menahan perubahan pH jika terdapat
penambahan asam atau basa pada suatu larutan. Larutan dapar posfat dibuat dalam
berbagai pH, diantaranya pH 5, 6, 7, 8, dan 9, penggunaan berbagai pH ini
bertujuan untuk melihat pada pH berapa kelarutan tertinggi Asam salisilat,
karena pada dasarnya zat yang digunakan dalam sediaan farmasi umumnya bersifat
asam dan basa, kelarutan zat asam basa sangat dipengaruhi oleh pH. Dimana
dengan adanya pH akan menghasilkan garam yang disebut dengan netralisasi,
sehingga menyebabkan kelarutan menjadi lebih cepat. Proses ini diawali dengan
pengocokkan 25 mL larutan dapar dengan Asam salisilat selama 1 jam menggunakan
pengocok orbital (Lab. sheaker) yang bertujuan untuk melarutkan bahan campuran
tersebut berdasarkan waktu dan tekanan, jika selama pengocokan terdapat adanya
endapan yang terlarut dilakukan penambahan Asam salisilat untuk membuat larutan
kembali jenuh, larutan harus tetap jenuh karena suatu larutan harus memiliki
jumlah zat terlarut (solute) yang
tepat atau sama dengan kemampuan maksimal yang dapat dilarutkan oleh pelarut (solvent). Setelah itu dilakukan
penyaringan agar menghilangkan sisa-sisa endapan, kemudian dilakukan titrasi
asam basa dengan peniter NaOH 0,1 N dan indikator fenolptalein untuk melihat
konsentrasi Asam Salisilat. Digunakan metode titrasi asam basa karena larutan
titran yang digunakan asam yaitu asam salisilat dan peniternya digunakan basa
yaitu NaOH 0,1 N. Penambahan indikator fenolptalein berfungsi untuk menentukan
titik akhir titrasinya, sehingga dihasilkan konsentrasi Asam Salisilat
tertinggi terdapat pada pH 9 sebesar 0,1315 N yang mana hasil percobaan ini
mendapat nilai konsentrasi tertinggi, bahwa semakin tinggi konsentrasi larutan maka
semakin besar pula kelarutan zat tersebut, asam salisilat merupakan asam lemah, kelarutan asam lemah akan meningkat dengan meningkatnya
kebasaan larutan. Kebasaan larutan akan meningkat dengan bertambahnya nilai pH,
sedangkan keasaman larutan akan meningkat dengan berkurangnya nilai pH. Pada percobaan pegaruh pH ini terjadi kesalahan yaitu
lupa menambahkan indikator penolftalein pada saat menitrasi tabung berisi
campuran asam salisilat dengan dapar pH 9, sehinggaa konsentrasi terbesar
terjadi di pH 9 seharusnya konsentrasi terbesar ada pada pH 5.
VIII.
Kesimpulan
Berdasarkanhasil percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa :
1. Kelarutan Asam salisilat sukar larut dalam air.
2. Kelarutan disolusi Asam salisilat dipengaruhi oleh pelarut campur dimana
pada volume NaOH 18 mL dihasilkan kenaikan konsentrasi Asam salisilat sebesar 0,09
N.
3. Kelarutan disolusi Asam salisilat dipengaruhi oleh surfaktan dimana pada
Tween 80 0,6 gram volume NaOH 6 mL dihasilkan kenaikan konsentrasi Asam
salisilat sebesar 0,03 mL.
4. Kelarutan disolusi Asam salisilat dipengaruhi oleh pH dimana pada pH 9 volume NaOH26,3 mL dihasilkan kenaikan
konsentrasi Asam salisilat sebesar 0,1315 N.
DAFTAR PUSTAKA
Alfred, Martin. 2008. Farmasi Fisika
Dasar-Dasar Farmasi Fisik dalam Ilmu Farmasetika
Edisi Ketiga Jilid 2. UI-Press. Jakarta
Ditjen POM. 1979. Farmakope Indonesia III.
Depkes RI. Jakarta
Tungadi, Robert. 2009. Penuntun Praktikum
Farmasi Fisika. Jurusan Farmasi Universitas Negeri
Gorontalo. Gorontalo.
WHO, Translator
July Marinung. 2006. Pemastian mutu obat compendium
pedoman dan bahan-bahan terkait.Jakarta : EGC.
Ansel, Howard
C.2006. Kalkulasi Farmasetik (Panduan Apoteker). Jakarta: EGC
Joyce James, Colin
Baker dkk. 2008 Prinsip-prinsip Sains untuk Keperawatan.Jakarta: Penerbit Erlangga.
Comments
Post a Comment