PERCOBAAN 5
VISKOSITAS DAN RHEOLOGI
I.
Tujuan
Percobaan
1.1 Menerangkan
arti viskositas dan rheologi
1.2 Membedakan
cairan Newton dan cairan Non-Newton
1.3 Menentukan
alat-alat penentuan viskositas dan rheologi
1.4 Menentukan
viskositas dan rheologi cairan Newton dan Non-Newton
1.5 Menerangkan
pengaruh BJ terhadap viskositas larutan
II.
Prinsip
Percobaan
Menentukan viskositas gliserin, propilenglikol, sirupus
simpleks dengan mengukur kecepatan bola jatuh melalui cairan dalam tabung yang
menggunakkan viskometer bola jatuh pada suhu tertentu. Mengukur viskositas dan
sifat aliran cairan dengan menggunakan viskometer Brookfield berdasarkan
kecepatan rotasi spindel 61, 62, 63 dan 64 dari suatu cairan gliserin,
propilenglikol, dan sirupus simpleks.
III.
Teori
Umum
3.1 Definisi viskositas dan Rheologi
3.1.1
Viskositas
Viskositas adalah suatu cara untuk
menyatakan berapa daya tahan dari aliran yang diberikan oleh suatu cairan.
Kebanyakan viskometer mengukur kecepatan dari suatu cairan mengalir melalui
pipa gelas (gelas kapiler), bila cairan itu mengalir cepat maka berarti
viskositas dari cairan itu rendah (misalnya air). Dan bila cairan itu mengalir
lambat, maka dikatakan cairan itu viskositas tinggi. Viskositas dapat diukur
dengan mengukur laju aliran cairan yang melalui tabung silinder. Cara ini
merupakan salah satu cara yang paling mudah dan dapat digunakan baik untuk
cairan maupun gas. Menurut poiseulle, jumlah volume cairan yang mengalir
melalui pipa per satuan waktu (Dudgale.1986)
Viskositas biasanya diterima sebagai
ākekentalanā atau penolakan terhadap penuangan. Viskositas menggambarkan
penolakan dalam fluid kepada aliran dapat dipikir sebagai cara untuk mengukur
gesekan fluid. Prinsip dasar penerapan viskositas digunakan dalama sifat alir
zat cair atau rheologi. Rheologi merupakan ilmu tentang sifat alir suatu zat.
Rheologi terlibat dalam pembuatan, pengemasan atau pemakaian, konsistensi,
stabilitas dan ketersediaan hayati sediaan (Moechtar,1990)
Cairan mempunyai gaya gesek yang
lebih besar untuk mengalir daripada gas, hingga cairan mempunyai koefisien
viskositas yang lebih besar daripadagas. Viskositas gas bertambah dengan
naiknya temperatur, sedang viskositas cairan turun dengan naiknya
temperatur.Koefisien viskositas gas pada tekanan tidak terlalu besar, tidak
tergantung tekanan, tetapi untuk cairan naik dengan naiknya tekanan
(Martin,1993).
Pada hukum aliran viskositas Newton
menyatakan hubungan antara gaya-gaya mekanika dari suatu aliran viskos. Geseran
dalam viskositas (fluida) adlah konstan sehubungan dengan gesekannya. Hubungan
tersebut berlaku untuk fluida Newtonian, dimana perbandingan antara tegangan
geser (s) dengan kecepatan geser (g) nya konstan. Parameter inilah yang disebut
dengan viskositas. Aliran viskositas dapat digambarkan dengan dua buah bidang
tersebut. Suatu bidang permukaan bawah yang tetap dibatasi oleh lapisan fluida
setebal h, sejajar dengan permukaan atas itu ringan, yang berarti tidak
memberikan beban pada lapisan fluida dibawahnya, maka tidak ada gaya tekan yang
berkerja pada lapidan fluida (Dudgale,1986).
Berdasarkan hukum Newton tentang
sifat aliran cairan, maka tipe aliran dibedakan menjadi 2, yaitu cairan newton
dan cairan non newton (Wiroatmojo, 1988).
1.
Sistem Newton
Newton
adalah orang pertama yang mempelajari sifat-sifat aliran cairan secara
kuantitatif. Dia menemukan bahwa makin besar viskositas suatu cairan, makin
besar pula gaya per satuan luas (tegangan geser) yang diperlukan untuk
menghasilkan suatu laju geser tertentu. Laju geser diberi lambang G. Oleh sebab
itu, laju geser harus berbanding langsung dengan tegangan geser, atau dimana h
= koefisien viskositas-viskositas, satuan viskositas:
poise = dyne detik cm, Cps (centipoise) = 0,01 poise
Tipe
Aliran/ Sifat alir. Cairan yang mengikuti hukum Newton viskositasnya tetap pada
suhu & tekanan tertentu dan tidak tegantung pada kecepatan geser. Oleh
karena itu viskositasnya dapat ditentukan pada satu kecepatan geser saja dengan
menggunakan viscometer kapiler atau bola jatuh. Sifat alir ini dimiliki untuk
cairan-cairan murni dan beberapa larutan zat (larutan gula, sorbitol, gliserin,
minyak jarak, kloroform,air, dll) (Wiroatmojo, 1988).
2. Non Newton
Aturannya
tidak mengikuti aturan viskositas. Cairan biasanya memiliki ukuran molekul yang
paling besar atau mempunyai struktur tambahan, misalnya koloid. Untuk mengalirkan
cairan bukan cairan Newton sehingga diperlukan tambahan gaya atau jika perlu
memecah strukturnya (Wiroatmojo, 1988)
Cairan non Newton ini dibagi ke dalam ke dalam dua
kelompok, yaitu:
1.
Cairan yang
sifat alirannya tidak dipengaruhi waktu, diantaranya:
a.
Aliran
plastis
Aliran plastis kurva aliran plastis tidak melalui titik
(0,0) tetapi memotong sumbu shearing stress pada titik tertentu yang
dikenal dengan harga yield. Bingham bodie tidak akan mengalir sampai
shearing stress dicapai sebesar harga yield tersebut.
b.
Aliran
pseudoplastis
Viskositas cairan
pseudoplastis akan berkurang dengan meningkatnya rate of shear
c.
Aliran dilatan
Viskositas cairan dilatan akan bertambah dengan
meningkatnya rate of shear.
2.
Cairan yang
sifat alirannya dipengaruhi waktu, diantaranya:
a.
Aliran
thisotropik
Tiksotropi bisa didefinisikan sebagai suatu pemulihan
yang isoterm dan lambat pada pendiaman suatu bahan yang kehilangan konsistensinya
karena shearing. Gejala tiksotropi sering dikenal dengan
shear thinning sistem (aksi plastis dan pseudoplastis). Kurva menurun
sering kali diganti ke sebelah kiri dan kurva yang menaik menunjukkan bahan
tersebut mempunyai konsistensi lebih rendah pada setiap harga
rate of shear pada kurva menurun dibandingkan dengan pada
kurva menaik. Ini menunjukkan adanya pemecahan struktur dan juga shear thinning
yang tidak terbentuk kembali dengan segera jika stress tersebut dihilangkan atau
dikurangi.
b.
Aliran rheopeksi
Rheopeksi adalah suatu gejala dimana suatu sol membentuk
suatu gel lebih cepat jika diaduk perlahan-lahan atau kalau di shear dari pada
jika dibiakan membentuk gel tersebut tanpa pengadukan Dalam suatu sistem
reopektis, gel tersebut adalah bentuk keseimbangan. Sedangkan dalam anti
tiksotropi keadaan keseimbangan adalah sol.
c.
Aliran antiitksotropik
Antithiksotropi yang menyatakan kenaikan bukan pengurangan
konsistensi pada kurva menurun. Kenaikan dalam halkekentalan atau
hambatan (resisten) mengalir dengan bertambahnya waktu shear ini telah di
selidiki oleh Chong et. Al.
Viskositas cairan non Newton bervariasi pada setiap rate
of shear, sehingga untuk mengetahui sifat alirannya harus dilakukan pengamatan
pada berbagi rate of shear. Nilai viskositas dinyatakan dalam viskositas
spesifik, kinematik dan instrinsik. Viskositas spesifik ditentukan dengan
membandingkansecara langsung kecepatan aluran suatu larutan dengan pelarutnya.
Viskositas kinematik diperoleh dengan memperhitungkan densitas larutan. Baik
viskositas spesifik maupun kinematik dipengaruhi oleh konsentrasi larutan.
Pengukuran viskositas dilakukan dengan menggunakan viskometer Ubbelohde yang
termasuk jenis viskometer kapiler. Untuk penentuan viskometer larutan primer,
viskometer kapiler yang paling tepat adalah viskometer Ubbelohde (Wiroatmojo,
1988).
Adapun alat untuk mengukur viskositas dan rheologi suatu
zat yaitu viskometer, dimana ada dua jenis viskometer yaitu (Sinko, 2011):1.
1.
Viskometer
satu titik
Viskometer ini
bekerja pada satu titik kecepatan geser saja,sehingga hanya dihasilkan satu
titik pada rheogram. Alat ini hanya dapat digunakan untuk menentukan viskositas
cairan newton, yangtermasuk kedalam jenis alat ini yaitu viskometer kapiler,
viskometer bola jatuh, dan penetrometer.
a. Viscometer Hoppler
Berdasarkan hukum stokes pada kecepatan bola maksimum,
terjadi keseimbangan sehingga gaya gesek = gaya berat. Prinsip kerjanya adalah
menggelindingkan bola (yang terbuat dari kaca) melalui tabung gelas yang berisi
zat cair yang diselidiki. Kecepatan jatuhnya bola merupakan fungsi dari
resiprok sampel. (Daryanto, 2004)
Prinsip kerjanya adalah
mengelindingkan bola yang terbuat dari kaca/ besi melalui tabung gelas yang
berisi zat cair yang diamati. Pada viskosimeter Hoeppler tabungnya dipasang
miring sehingga kecepatan bola jatuh akan berkurang sehingga pengukuran dapat
dilakukan lebih teliti. Viskometer ini cocok digunakan untuk cairan yang
mempunyai viskositas yang sukar diukur dengan viskosimeter kapiler (Butar,
R.2011).
Selanjutnya, viskositas cairan dapat
dihitung dengan persamaan stokes yaitu :
Ī· = 2r2(Ļ1-Ļ2)g/9v
Keterangan :
r = jari-jari bola (cm)
Ļ1= bobot jenis bola
Ļ2= bobot jenis cairan
g = gaya gravitasi
v = kecepatan bola
(cm.detik -1)
Persamaan diatas dapat disederhanakan menjadi :
Ī·= B(Ļ1-Ļ2)t
Keterangan :
B = konstanta bola
T = waktu tempuh boal jatuh(detik)
2. Viskometer titik
ganda
Viskometer
jenis ini pengukurannya dapat dilakukan pada beberapaharga kecepatan geser
sehingga dapat diperoleh rheogram yangsempurna. Viskometer jenis ini dapat
digunakan untuk menentukan viskositas cairan newton maupun cairan non newton,
yang termasukkedalam jenis alat ini yaitu viskometer rotasi tipe Stromer,
viskometer Brookfield dan Rotovisco.
Berdasarkan hukum Newton tentang sifat aliran cairan, maka tipe
aliran dibedakan menjadi 2, yaitu cairan newton dan cairan non newton
(Wiroatmojo, 1988)
Faktor-faktor yang mempengaruhi viskositas adalah
sebagai berikut (Rana, 2015):
1. Tekanan
Viskositas suatu zat cair akan naik jika dipengaruhi
oleh tekanan, sedangkan viskositas gas tidak dipengaruhi oleh tekanan.
2. Temperatur
Viskositas akan turun dengan naiknya suhu, sedangkan
viskositas gas akan naik dengan naiknya suhu. Pemanasan zat cair menyebabkan
molekul-molekulnya memperoleh energi. Molekul-molekul cairan bergerak sehingga
menimbulkan gaya interaksi antar molekul menjadi melemah. Dengan demikian
viskositas suatu zat cair akan turun dengan naiknya temperatur.
3. Kehadiran zat lain
Penambahan gula tebu dapat mengakibatkan meningkatkan
viskositas air. Adanya bahan tambah seperti bahan suspensi akan menaikkan
viskositas air. Pada minyak ataupun gliserin, adanya penambahan air akan
menyebabkan viskositasnya menurun karena gliserin maupun minyak akan semakin
encer pada waktu alirannya cepat.
4. Ukuran dan berat molekul
Viskositas akan naik bersamaan
dengan naiknya berat molekul. Misalnya laju aliran alkohol cepat, larutan
minyak laju alirannya lambat dan kekentalannya tinggi sehingga viskositasnya
juga tinggi.
5. Berat molekul
Viskositas akan naik jika ikatan rangkap antar molekul
semakin banyak.
6. Kekuatan antar molekul
Viskositas air akan naik dengan adanya ikatan molekul
hidrogen, viskositas molekul CPO dengan gugus OH pada trigliserida naik
dalam keadaan sama.
7. Konsentrasi larutan
Viskositas berbanding lurus dengan
konsentrasi larutan. Suatu larutan dengan konsentrasi tinggi akan memiliki
viskositas yang tinggi pula, karena konsentrasi larutan menyatakan bahwa
banyaknya partikel zat yang terlarut tiap satuan volume. Semakin banyak pula
partikel yang terlarut, gesekan antar partikel semakin tinggi dan viskositasnya
semakin tinggi pula.
Suspensi adalah sediaan yang
mengandung bahan obat padat dalam bentuk halus dan tidak larut, terdispersi
dalam cairan pembawa. Beberapa faktor yang mempengaruhi stabilitas suspensi
ialah:
1. Ukuran partikel
Semakin besar ukuran
partikel semakin kecil luas penampangnya (dalam volume yang sama). Sedangkan
semakin besar luas penampang partikel daya tekan keatas cairan akan semakin
memperlambat gerakan partikel untuk mengendap, sehingga untuk memperlambat
gerakan tersebut dapat dilakukan dengan memperkecil ukuran partikel.
2. Kekentalan (viskositas)
Dengan menambah
viscositas cairan maka gerakan turun dari partikel yang dikandungnya akan
diperlambat. Tatapi perlu diingat bahwa kekentalan suspensi tidak boleh terlalu
tinggi agar sediaan mudah dikocok dan dituang.
3. Jumlah partikel (konsentrasi)
Makin besar
konsentrasi pertikel, makin besar kemungkinan terjadi endapan partikel dalam
waktu yang singkat.
4. Sifat / muatan partikel
Dalam suatu suspensi
kemungkinan besar terdiri dari babarapa macam campuran bahan yang sifatnya
tidak selalu sama. Dengan demikian ada kemungkinan terjadi interaksi antar
bahan tersebut yang menghasilkan bahan yang sukar larut dalam cairan tersebut.
Karena sifat bahan tersebut sudah merupakan sifat alam, maka kita tidak dapat
mempengaruhinya ( Anonim, 2010).
Kerugian bentuk suspensi antara lain
sebagai berikut :
a. Rasa obat dalam larutan
lebih jelas.
b. Tidak praktis bila
dibandingkan dalam bentuk sediaan lain, misalnya pulveres, tablet, dan kapsul.
c. Rentan terhadap degradasi
dan kemungkinan terjadinya reaksi kimia antar kandungan dalam larutan di mana
terdapat air sebagai katalisator (Anief, M., 1987).
Berikut adalah contoh dari suspesi :
1. Pemerian Gom Arab (PGA)
Pemerian tidak berbau. Kelarutan larut hampir
sempurna dalam 2 bagian bobot air, tetapi sangat lambat, meninggalkan sisa
bagian tanaman dalam jumlah yang sangat sedikit; praktis tidak larut dalam
etanol dan dalam eter. Penyimpanan
dalam wadah tertutup baik. Kegunaan peningkatan viskositas.
2. Carboxy
Methyl Celluloce (CMC)
Pemerian serbuk atau
butiran; puih atau putih kuning gading; tidak berbau atau hamper tidak berbau;
higroskopis. Kelarutan praktis tidak larut dalam aseton, etanol, eter, dan
toluene. Mudah terdispersi dalam air pada seluruh temperatur, membentuk larutan
kolloidal bersih. Penyimpanan disimpan pada wadah tertutup rapat, terlindung
cahaya, pada tempat yang sejuk dan kering. Kegunaannya Peningkat viskositas
3. Sirup Simpleks
Pemerian cairan
jernih tidak berwarna. Pembuatan larutkan 65 bagian sakarosa dalam larutan
metal paraben 0,25% b/v secukupnya sehingga diperoleh 100 bagian sirup.
Kegunaannya pemanis, zat tambahan. Konsentrasinya 20-60%. Penyimpanannya wadah
tertutup rapat, ditempat sejuk (Farmakope Indonesia edisi III halaman
567).
3.1.2
Rheologi
Rheologi meliputi pencampuran dan
aliran dari bahan, pemasukan kedalam wadah, pemindahansebelum digunakan, apakah
dicapai dengan penuangan dari botol, pengeluaran dari tube atau pelewatan dari
jarum suntik. Rheologi dari suatu produk tertentu yang dapat berkisar dalam
konsistensi dari bentuk cair ke semisolid, sampai ke padatan, dapat
mempengaruhi penerimaan bagi si pasien, stabilitas fisika, dan bahkan
availabilitas biologis jadi viskositas telah terbukti mempengaruhi laju
absorpsi obat saluran cerna (Martin,1993).
IV.
Alat
dan Bahan
Alat
|
Bahan
|
Gelas ukur
|
Gliserin
|
Beaker gelas
|
Propilenglikol
|
Timbangan
|
Sirupus simplek 65%
|
Batang pengaduk
|
PGA 10%
|
Spatel
|
PGA 20%
|
Mortir dan Stamper
|
CMC 1%
|
Piknometer
|
Aquadest
|
Spindel
|
|
Perkamen
|
V.
Prosedur
Pembuatan
5.1 Viskometer
Hoppler (Bola Jatuh)
Diisi tabung yang ada didalam alat, dengan cairan yang diukur
viskositasnya sampai hampir penuh. Dimasukkan bola ke-1 sampai ke-6, satu per
satu. Ditambahkan cairan sampai tabung penuh dan ditutup sedemikian rupa,
sehingga tidak terdapat gelembung udara didalam tabung. Bila bola sudah menurun
melampaui garis awal, kembalikan bola ke posisi semula dengan cara memutar
tabung 360°. Dicatat waktu tempuh bola melalui tabung mulai dari m1 sampai m3
didalam detik. Ditentukan bobot jenis (BJ) cairan dengan menggunakan
piknometer. Dihitung viskositas cairan dengan menggunakan rumus yang sesuai.
Dijelaskan pengaruh BJ terhadap viskositas larutan. Waktu pengukuran terbaik
adalah minimum 30 detik dan maksimum 500 detik. Oleh karena itu perlu dilakukan
bola yang cocok terlebih dahulu.
5.2 Viskometer
Brookfield
Dipasang spindel pada gantungan spindel.
Diturunkan sedemikian rupa, sehingga batas spindel tercelup ke dalam cairan
yang akan diukur viskositasnya. Dipasangkan stop kontak. Dihidupkan motor
sambil menekan tombol. Dibiarkan spindel berputar dan dicatat angka viskositas
yang tertera pada alat. Diubah-ubahnya rpm, akan diperoeh viskositas cairan
pada berbagi rpm. Dibuat grafik antara rpm dan viskositas, kemudian ditentukan
tipe aliran dari masing-masing zat. Dijelaskan pengaruh BJ terhadap viskositas
larutan.
VI.
Data
Pengamatan
6.1 Perhitungan:
6.1.1
CMC 1% =
6.1.2
PGA 10% =
6.1.3
PGA 20% =
6.1.4
Syr Simpleks 65
% =
6.2 Perhitungan BJ
Gliserin:
Dik : W1
= 17,94 gr
W2 = 29,58 gr
W3 = 29,58 gr
BJ
=
=
= 1,641
6.3 Perhitungan BJ PPG:
Dik: W1 = 17,94 gr
W2 = 29,58 gr
W3 = 30,30 gr
BJ
=
=
= 1,061
6.4 Perhitungan BJ
Syr Simpleks:
Dik: W1
= 17,94 gr
W2
= 29,58 gr
W3
= 32,58 gr
BJ =
=
= 1,257
6.5 Tabel hasil
Viskometer Hoopler
6.5.1
Gliserin
Bola
|
Waktu (S)
|
1.
|
04.2 detik
|
2.
|
15.3 detik
|
3.
|
2.55 detik
|
4.
|
15.48 detik
|
5.
|
> 500 detik
|
6.
|
> 500 detik
|
6.5.2
PPG
Bola
|
Waktu (S)
|
1.
|
01.61 detik
|
2.
|
01.92 detik
|
3.
|
08.21 detik
|
4.
|
42.83 detik
|
5.
|
> 500 detik
|
6.
|
> 500 detik
|
Perhitungan bola PPG
(bola ke-4):
n = t (Sb ā Sf) x B
= 42,83 (8,1270 ā 1,061) x 0,498
= 42,83 (7,066) x 0,498
= 150,713 poise
6.5.3 Sirupus Simpleks
Bola
|
Waktu (S)
|
1.
|
02.63 detik
|
2.
|
03.09 detik
|
3.
|
04.81detik
|
4.
|
26.40 detik
|
5.
|
30.30 detik
|
6.
|
40.26 detik
|
Perhitungan Syr simpleks (bola ke-5):
n = t (Sb ā Sf) x B
= 30,30 (7,7145 ā 1,257) x 6,738
= 30,30 ( 6,4575) x 6,738
= 1318,372 poise
6.6 Tabel Viskometer Brookfield
Sampel
|
RPM
|
Titik
normal
|
RPM
|
Titik
Balik
|
||
Mpa
|
%
|
CP
|
%
|
|||
61
|
10
|
EEEE
|
EEEE
|
100
|
EEEE
|
EEEE
|
30
|
EEEE
|
EEEE
|
60
|
EEEE
|
EEEE
|
|
60
|
EEEE
|
EEEE
|
30
|
EEEE
|
EEEE
|
|
100
|
EEEE
|
EEEE
|
10
|
EEEE
|
EEEE
|
|
62
|
10
|
1101
|
36,7
|
100
|
EEEE
|
EEEE
|
30
|
898
|
89,8
|
60
|
EEEE
|
EEEE
|
|
60
|
EEEEE
|
EEEE
|
30
|
845
|
84,5
|
|
100
|
EEEEE
|
EEEE
|
10
|
927
|
30,9
|
|
63
|
10
|
460
|
3,8
|
100
|
575
|
47,9
|
30
|
896
|
22,4
|
60
|
744
|
37,2
|
|
60
|
752
|
37,6
|
30
|
792
|
19,8
|
|
100
|
583
|
48,6
|
10
|
500
|
4,2
|
|
64
|
10
|
420
|
0,7
|
100
|
1254
|
20,9
|
30
|
2180
|
10,9
|
60
|
1200
|
12,0
|
|
60
|
1380
|
13,8
|
30
|
1520
|
7,6
|
|
100
|
1230
|
20,5
|
10
|
0
|
0,0
|
6.6.1
CMC Na 1 %
6.6.2
Gliserin
dalam 500 mL
Sampel
|
RPM
|
Titik normal
|
RPM
|
Titik Balik
|
||
Mpa
|
%
|
CP
|
%
|
|||
61
|
10
|
EEEE
|
EEEE
|
100
|
EEEE
|
EEEE
|
30
|
EEEE
|
EEEE
|
60
|
EEEE
|
EEEE
|
|
60
|
EEEE
|
EEEE
|
30
|
EEEE
|
EEEE
|
|
100
|
EEEE
|
EEEE
|
10
|
EEEE
|
EEEE
|
|
62
|
10
|
90,0
|
15,0
|
100
|
EEEE
|
EEEE
|
30
|
114,9
|
38,3
|
60
|
EEEE
|
EEEE
|
|
60
|
EEEE
|
EEEE
|
30
|
130,6
|
65,3
|
|
100
|
EEEE
|
EEEE
|
10
|
91,2
|
15,2
|
|
63
|
10
|
0,0
|
0,0
|
100
|
29,40
|
49,1
|
30
|
22,6
|
11,3
|
60
|
26,4
|
26,4
|
|
60
|
25,2
|
25,2
|
30
|
23,8
|
11,9
|
|
100
|
28,38
|
47,3
|
10
|
0,0
|
0,0
|
|
64
|
10
|
-----
|
-1,4
|
100
|
6,06
|
10,1
|
30
|
0,0
|
0,0
|
60
|
3,0
|
3,0
|
|
60
|
2,5
|
2,5
|
30
|
1,4
|
0,7
|
|
100
|
5,94
|
9,9
|
10
|
-----
|
-2,8
|
6.6.3
PGA
10% dalam 500 mL
Sampel
|
RPM
|
Titik
normal
|
RPM
|
Titik
Balik
|
||
Mpa
|
%
|
CP
|
%
|
|||
61
|
10
|
-----
|
14,7
|
100
|
EEEEE
|
EEEE
|
30
|
-----
|
48,8
|
60
|
EEEEE
|
EEEE
|
|
60
|
-----
|
EEEE
|
30
|
90,6
|
45,3
|
|
100
|
4,74
|
EEEE
|
10
|
79,2
|
13,2
|
|
62
|
10
|
----
|
-2,6
|
100
|
19,2
|
6,4
|
30
|
----
|
0,6
|
60
|
8,5
|
1,7
|
|
60
|
-----
|
0,9
|
30
|
0
|
0,0
|
|
100
|
-----
|
6,1
|
10
|
----
|
-3,7
|
|
63
|
10
|
-----
|
-3,1
|
100
|
10
|
0,8
|
30
|
----
|
0,0
|
60
|
0
|
0,0
|
|
60
|
----
|
0,0
|
30
|
----
|
-1,5
|
|
100
|
----
|
0,5
|
10
|
-----
|
-3,1
|
|
64
|
10
|
-----
|
-3,4
|
100
|
----
|
-2,0
|
30
|
-----
|
-2,2
|
60
|
-----
|
-2,5
|
|
60
|
-----
|
-1,5
|
30
|
-----
|
-2,3
|
|
100
|
----
|
-1,4
|
10
|
-----
|
-2,8
|
6.6.4
PGA
20% dalam 500 mL
Sampel
|
RPM
|
Titik
normal
|
RPM
|
Titik
Balik
|
||
Mpa
|
%
|
CP
|
%
|
|||
61
|
10
|
88,2
|
14,7
|
100
|
EEEE
|
EEEE
|
30
|
97,6
|
48,8
|
60
|
EEEE
|
EEEE
|
|
60
|
EEEE
|
EEEE
|
30
|
90,6
|
45,3
|
|
100
|
EEEE
|
EEEE
|
10
|
79,2
|
13,2
|
|
62
|
10
|
-----
|
-2,6
|
100
|
19,2
|
6,4
|
30
|
6
|
0,6
|
60
|
8,5
|
1,7
|
|
60
|
4,5
|
0,9
|
30
|
0
|
0,0
|
|
100
|
18,3
|
6,1
|
10
|
-----
|
-3,7
|
|
63
|
10
|
-----
|
-3,1
|
100
|
10
|
0,0
|
30
|
0
|
0,0
|
60
|
0
|
-3,7
|
|
60
|
0
|
0,0
|
30
|
-----
|
0,8
|
|
100
|
6
|
0,5
|
10
|
-----
|
0,0
|
|
64
|
10
|
-----
|
-3,4
|
100
|
-----
|
-1,5
|
30
|
-----
|
-2,2
|
60
|
-----
|
-3,1
|
|
60
|
-----
|
-1,5
|
30
|
-----
|
-2,5
|
|
100
|
-----
|
-1,4
|
10
|
-----
|
-2,8
|
VII.
Pembahasan
Pada percobaan ini menentukan viskositas suatu cairan menggunakan
viskometer. Cairan yang ditentukan nilai viskositasnya adalah gliserin,
propilen glikol dan sirupus simpleks. Gliserin, propilen glikol dan sirupus
simpleks memiliki hukum aliran yang mengikuti hukum Newton. Untuk menentukan
viskositas suatu cairan yang mengikuti hukum newton, menggunakan alat
viskometer yang disebut dengan viskometer Bola Jatuh.
Untuk menentukan viskositas gliserin, propilen glikol
dan sirupus simpleks menggunakan viskometer Bola Jatuh. Tetapi gliserin dan
sirupus simpleks lebih kental dari pada
propilen glikol sehingga membutuhkan waktu yang lama untuk mengalir.
Prinsip kerja dari viskometer bola jatuh adalah
mengukur kecepatan bola jatuh melalui cairan dalam tabung pada suhu tetap. Pada
viskometer Bola Jatuh tabungnya dipasang miring sehingga kecepatan bola jatuh
akan berkurang sehingga pengukuran dapat dilakukan lebih teliti.
Untuk menghitung nilai viskositas masing-masing cairan,
harus dicari terlebih dahulu kerapatannya. Dari data hasil percobaan didapat
bahwa kerapatan masing-,masing cairan sebagai berikut :
Viskometer Brookfield adalah alat yang memungkinkan
untuk mengukur viskositas dengan menggunakan teknik dalam viscometry.
Alat ukur kekentalan (viskometer) dapat mengukur viskositas melalui kondisi
aliran berbagai bahan sampel yang diuji. Pada percobaan digunakan sampel PGA
dengan dua konsentrasi berbeda 20% dan 10%, CMC Na 1 % dalam 500 mL aquadest dan 500 mL Gliserin.
Digunakan spindel dengan nomor berbeda-beda yaitu (61,62,63,64) Semakin besar
nomor spindel maka semakin kecil bentuk spindelnya. Spindel nomor satu untuk
cairan dengan viskositas rendah atau encer dan nomor spindel yang lebih besar
untuk cairan yang lebih tinggi viskositasnya atau kental. Di percobaan Rpm
untuk titik normal (10,30,60,100 Rpm) sedangkan untuk titik balik (100,60,30,10
Rpm). Tujuan digunakan nya spindel dengan berbeda-beda ukuran untuk mengetahui
nilai viskositas dari setiap sampel (yang berbeda konsentrasi) yang diuji.
Gliserin termasuk kedalam cairan Newton pada saat diuji dengan (spindel 61)
dihasilkan titik normal dan titik balik dengan Mpas EEEEE dan konsentrasi EEEE,
hal itu terjadi karena aliran cairan Newton bersifat tidak terlalu kental
(encer) pada spindel 61 digunakan untuk cairan yang bersifat kental, Mpas
gliserin tidak terbaca karena viskositas cairan diatas nilai yang mampu dibaca
oleh oleh alat.
Pada (spindel 62) dihasilkan Rpm 10 dan 30 Mpas 90,0
114,9 dengan 15,0 % 38,3 % titik normal, pada titik balik di Rpm 30 dan 10
130,6 91,2 dengan 65,3 % 15,2% sedangkan di Rpm 60 dan 100 baik titik balik
maupun titik normal dihasilkan EEEEE dan EEE. Pengujian larutan Gliserin di
spindel 63 nilai Mpas di seluruh Rpm terbaca, karena nomor spindel yang
digunakan sesuai dengan karakteristik cairan sedangkan pada spindel 64 hanya di
Rpm 10 nilai Mpas tidak terbaca yaitu hanya menunjukan ----- yang berarti bahwa
viskositas cairan dibawah nilai yang mampu dibaca terlalu cair. Terjadi
ketidaksesuaian dengan literatur pada percobaan uji Gliserin, karena seharusnya
pada spindel dengan nomor kecil karakteristik cairan Newton dapat terbaca nilai
viskositasnya, tetapi pada saat percobaan di nomor 61 MPas. Gliserin sama
sekali tidak terbaca dapat terjadi karena gliserin yang sudah tidak murni lagi
zat gliserin. Pengujian CMC Na 1% sesuai dengan literatur pada spindel dengan
nomor besar dapat terbaca nilai viskositasnya karena pada dasarnya
karakteristik CMC Na 1% merupakan cairan yang termasuk karakteristik cairan
Non-Newton. CMC Na 1% termasuk kedalam cairan dengan aliran pseudoplastis.
Pada larutan Propilenglikol 10% mulai dari spindel 61,
62, 63, dan 64 dihasilkan nilai yang tidak cocok antara nilai Mpas dan CP, hal
itu terjadi karena menunjukkan terjadi error, berarti alat tidak dapat membaca
nilai viskositasnya diatas nilai atau larutannya terlalu kental. Sedangkan yang
nilainya 0 (---), berarti alat tidak dapat membaca nilai viskositasnya dibawah
nilai atau larutannya trlalu encer.
Pada larutan Propilenglikol 20% mulai dari spindel 61,
62, 63, dan 64 dihasilkan nilai yang tidak cocok antara nilai Mpas dan CP, hal
itu terjadi karena menunjukkan terjadi error, berarti alat tidak dapat membaca
nilai viskositasnya diatas nilai atau larutannya terlalu kental. Sedangkan yang
nilainya 0 (---), berarti alat tidak dapat membaca nilai viskositasnya dibawah
nilai atau larutannya trlalu encer.
Dalam pengukuran viskometer titik
ganda dengan viskometer Brookfield menggunakan cairan ( larutan ) gliserin, CMC
Na dan PGA. Dari hasil percobaan cairan gliserin merupakan cairan Newton,
karena gliserin memiliki viskositas konstan pada suhu dan tekanan konstan.
Viscometer Brookfield ini dapat digunakan untuk cairan newton dan non newton.
Gliserin merupakan cairan newton, sedangkan PGA dan CMC merupakan cairan non
newton karena viskositasnya berbeda pada setiap kecepatan geser.
VIII. Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat
disimpulkan bahwa viskositas merupakan ukuran resistensi dari suatu cairan
untuk mengalir. Rheologi adalah ilmu yang mempelajari sifat aliran zat cair
atau deformasi zat padat. Prinsip viskometer bola jatuh adalah bola gelas jatuh
kebawah dalam suatu tabung gelas yang hampir vertikal mengandung cairan yang di
uji pada temperatur konstan. Sedangkan viskometer Brookfield digunakan untuk
menentukan sifat aliran cairan Newton dan Non-Newton.
Gliserin termasuk larutan Newton karena memiliki nilai
viskositas yang konstan dan nilai viskositas tertinggi dibandingkan dengan
propilenglikol dan sirupus simpleks, dan dipengaruhi oleh suhu dan tekanan
tertentu pada saat pengujian menggunakan alat viskometer Hoopler.
Larutan CMC Na 1% dan PGA merupakan larutan Non-Newton
karena memiliki nilai viskositas tidak konstan yang dipengaruhi oleh suhu dan
tekanan tertentu.
Semakin tinggi bobot jenis, maka waktu tempuh bola
semakin kecil. Semakin tinggi nilai kecepatan putar (rpm), maka viskositas
semakin besar. Semakin besar spindle, maka kecepatan putar semakin lambat
DAFTAR PUSTAKA
Alfred Martin, dkk.2008. FARMASI FISIK (Dasar ā Dasar Kimia Fisik
Dalam Ilmu Farmasetik). Jakarta:
Universitas Indonesia (UI-Press)
Atkins P.W. 1994. Physical Chemistry Ed 1. Jakarta: Erlangga
Agus Sunaryo.1997. Reka Oles Kayu. Semarang: Pendidikan
Industri Semarang
Anonim. (2010). Ilmu
Resep. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia
Anief, M. (1987). Ilmu Meracik Obat. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press
Anief, M. (1987). Ilmu Meracik Obat. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press
Butar, R.(2011).Bab II.
Medan. Universitas Sumatra Utara.
Departemen Kesehatan Republik
Indonesia. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta: Direktorat
Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan
Dudgale. 1986. Mekanika Fluida Edisi 3. Jakarta : Erlangga
Moechtar. 1990. farmasi fisik. Yogyakarta : UGM-press.
Martin, A. 1993. Farmasi Fisika,
edisi II, Jilid 3. Jakarta: UI Press.
Prof Dr Sukardjo. 1997. Kimia Fisika I. Jakarta: Rineka
Cipta.
Sinko dan Patrick. 2011. Farmasi Fisika dan Ilmu Farmasetika Martin
Edisi 5 Jakarta: EGC.
Wijaya,R. (2001). Perencanaan
dan Alat Ukur Viskometer,
Bandung : Manual Book.
Wiroatmojo. 1988. Kimia Fisika. Jakarta: Depdikbud.
Comments
Post a Comment