Skip to main content

LAPORAN MODUL 6 KECEPATAN DISOLUSI FARMASI FISIKA


PERCOBAAN 6
KECEPATAN DISOLUSI
I.                   Tujuan Percobaan
1.1  Menerangkan faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan disolusi suatu zat.
1.2  Menentukan kecepatan disolusi suatu zat
1.3  Menggunakan alat penentu kecepatan disolusi

II.                Prinsip Percobaan
            Menentukan uji kecepatan disolusi Asam salisilat dengan metode suspensi berdasarkan pengaruh suhu antara 30o C, 37o C, dan 45o C pada kecepatan 50 rpm, dan berdasarkan pengaruh kecepatan pangadukan antara 50, 100, dan 150 rpm pada suhu 30o C.
III.             Teori Dasar
            Disolusi didefinisikan sebagai zat proses dimana suatu zat padat dapat masuk ke dalam pelarut menghasilkan suatu larutan. Secara sederhana, disolusi merupakan proses dimana zat padat melarut secara prinsip dikendalikan oleh afinitas antara zat padat dan pelarut (Amir, 2007).
Kecepatan disolusi dapat dinyatakan sebagai jumlah zat dalam bentuk  padatan yang terlarut dalam pelarut tertentu dengan satuan waktu. Prinsip disolusi dikendalikan oleh afinitas antara zat padat dengan pelarut. Proses pelarutan zat ini dikembangkan oleh Noyes Whitney dengan persamaan :
  
Keterangan:
dM/dt  : kecepatan disolusi
D         : koefisien difusi
S          : luas permukaan zat
Cs        : kelarutan zat padat
C         : konsentrasi zat dalam larutan saat waktu t
h          : tebal lapisan difusi
Bila konsentrasi zat terlarut di dalam larutan (C) jauh lebih kecil daripada kelarutan zat tersebut (Cs), harga konsentrasi zat terlarut di dalam larutan (C) dapat diabaikan, maka harga (Cs-C) dianggap sama dengan Cs. Sehingga  persamaan kecepatan disolusi disederhanakan menjadi (Prasetya dkk., 2012) :
Faktor yang dapat mempengaruhi kecepatan disolusi suatu zat, antara lain :
1.    Suhu
Meningkatnya suhu umumnya dapat memperbesar kelarutan (Cs) suatu zat yang bersifat endotermik serta memperbesar harga koefisien difusi zat (Prasetya dkk., 2012).
2.    Viskositas
     Turunnya viskositas pelarut akan memperbesar kecepatan disolusi suatu zat. Hal ini sesuai dengan persamaan Einstein. Meningkatnya suhu juga menurunkan viskositas dan memperbesar kecepatan disolusi (Prasetya dkk., 2012).
3.    pH Pelarut
Kelarutan zat aktif yang bersifat asam lemah dan basa lemah dipengaruhi oleh  pH pelarut. Suatu senyawa asam lemah akan memiliki kelarutan yang lebih  besar pada pelarut dengan pH tinggi. Demikian dengan senyawa basa lemah akan memiliki kelarutan yang lebih besar dalam pelarut dengan pH rendah (Prasetya dkk., 2012).
4.    Kecepatan Pengadukan
Kecepatan pengadukan mempengaruhi kecepatan disolusi beberapa jenis zat. Pada zat yang mudah menggumpal setelah menjadi partikel, maka kecepatan  pengadukan yang tinggi akan mencegah terjadinya agregat sehingga  pengukuran konsentrasi terdisolusi akan lebih baik. Kecepatan pengadukan  juga mempengaruhi tebal lapisan disolusi (h). Pengadukan yang cepat menyebabkan tipisnya lapisan difusi sehingga kecepatan disolusi akan meningkat (Prasetya dkk., 2012).
5.    Ukuran Partikel
Ukuran partikel juga mempengaruhi kecepatan disolusi. Semakin kecil ukuran  partikel zat maka luas permukaan efektif semakin besar sehingga kecepatan disolusi meningkat (Prasetya dkk., 2012).
6.    Polimorfisme
Kelarutan suatu zat dipengaruhi pula oleh adanya polimorfisme. Struktur internal zat yang berlainan dapat memberikan tingkat kelarutan yang berbeda  juga. Kristal meta stabil umumnya lebih mudah larut daripada bentuk stabilnya, sehingga kecepatan disolusinya besar (Prasetya dkk., 2012).
7.    Sifat Permukaan Zat
Pada umumnya zat-zat yang digunakan sebagai bahan obat sifatnya hidrofob. Adanya surfaktan di dalam pelarut menyebabkan tegangan permukaan antar  partikel zat dengan pelarut akan menurun sehingga zat mudah terbasahi. Akibatnya, kecepatan disolusinya bertambah (Prasetya dkk., 2012).
Kecepatan pelarutan berbanding lurus dengan luas permukaan bahan padat, koefisien difusi, serta berbanding lurus dengan turunnya konsentrasi pada waktu t. Kecepatan pelarutan ini juga berbanding terbalik dengan tebal lapisan difusi. Pelepasan zat aktif dari suatu produk obat sangat dipengaruhi oleh sifat fisikokimia zat aktif dan bentuk sediaan. Ketersediaan zat aktif ditetapkan oleh kecepatan pelepasan zat aktif dari bentuk sediaan, dimana pelepasan zat aktif ditentukan oleh kecepatan melarutnya dalam media sekelilingnya (Tjay, 2002).
Penentuan kecepatan pelarutan suatu zat dapat dilakukan dengan metode:
1.  Metode suspensi
Bubuk zatpadat ditambahkan pada pelarut tanpa pengontrolan yang eksak terhadap luas pemukaan partikelnya. Sample diambil pada waktu-waktu tertentu dan jumlah zat yang terlarut ditentukan dengan cara yang sesuai (Effendi, 2005).
2.  Metode permukaan konstan
Zat ditempatkan dalam suatu wadah yang diketahui luasnya, sehingga variable perbedaan luas permukaan efektif dapat dihilangkan. Biasanya zat dibuat tablet terlebih dahulu. Kemudian sampel ditentukan seperti pada metode suspensi (Effendi, 2005).
 Titrasi asam basa adalah titrasi yang bertujuan menentukan kadar larutan asam atau kadar larutan basa. Asam secara umum merupakan senyawa kimia yang bila dilarutkan dalam air akan menghasilkan larutan dengan pH lebih kecil dari 7. 
Titrasi asam basa melibatkan asam maupun basa sebagai titer ataupun titrant. Titrasi asam basa berdasarkan reaksi penetralan. Kadar larutan asam ditentukan dengan menggunakan larutan basa dan sebaliknya.
Jenis-Jenis Titrasi Asam Basa
Titrasi asam basa terbagi menjadi 5 jenis yaitu :
1) Asam kuat - Basa kuat
2) Asam kuat - Basa lemah
3) Asam lemah - Basa kuat
4) Asam kuat - Garam dari asam lemah
5) Basa kuat - Garam dari basa lemah (Raymond Chang.2005: 136).
MONOGRAFI ASAM SALISILAT
Acidum Salicylicum (Ditjen POM,2012).
 
Asam Salisilat [69-72-7]
                                     BM 138,12
Asam salisilat mengandung tidak kurang dari 99,5% dan tidak lebih dari 101,0% , dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan.
Pemerian: Hablur, biasanya berbentuk jarum halus atau serbuk halus; putih; rasa agak manis, tajam dan stabil di udara. Bentuk sintesis warna putih dan tidak berbau. Jika dibuat dari metil salisilat alami dapat berwarna kekuningan atau merah muda dan berbau lemah mirip mentol.
Kelarutan: Sukar larut dalam air dan benzene, mudah larut dalam etanol dan dalam eter; larut dalam air mendidih; agak sukar larut dalam kloroform.
Jarak lebur: Antara 158º dan 161º
Penyimpanan: Dalam wadah tertutup baik.
Menentukan uji kecepatan disolusi Asam salisilat dengan metode suspensi berdasarkan pengaruh suhu antara 30o C, 37o C, dan 45o C pada kecepatan 50 rpm, dan berdasarkan pengaruh kecepatan pangadukan antara 50, 100, dan 150 rpm pada suhu 30o C.
IV.             Alat dan Bahan
Alat
Bahan
Bejana
Air suling
Thermostat
Asam Salisilat
Disolution tester
NaOH 0,05 N
Pipet tetes
Indikator Fenolptalein
Gelas ukur
Aquadest
Erlenmeyer
Perkamen
Labu ukur

Buret

Statip

Pipet volume

Corong

Stopwatch

V.                Prosedur Percobaan
5.1   Pengaruh suhu terhadap kecepatan disolusi zat
Bejana diisi dengan 900 mL air suling dan thermostat dipasang pada suhu 300 C. jika suhu air di dalam bejana sudah mencapai 300 C dimasukkan 2 gram asam salisilat dan dihidupkan motor penggerak pada kecepatan 50 rpm. Air diambil sebanyak 20 mL dari bejana setiap selang waktu 1, 5, 10, 15, 20 menit setelah pengadukan. Setiap selesai pengambilan sampel, segera digantikan dengan 20 mL air suling. Ditentukan kadar asam salisilat terlarut dari setiap sampel dengan metode titrasi asam basa menggunakan NaOH 0,05 N dengan indikator fenolptalein. Dihitung faktor koreksi konsentrasi asam salisilat yang diperoleh setiap selang waktu pengenceran yang dilakukan karena penggantian larutan sampel dengan air suling. Dilakukan dengan percobaan yang sama pada 37 dan 450 C untuk melihat pengaruh suhu terhadap kecepatan disolusi. Ditabelkan hasil yang diperoleh, dan dibuatlah kurva hubungan antar konsentrasi asam salisilat yang diperoleh dengan waktu.
5.2  Pengaruh kecepatan pengadukan terhadap kecepatan disolusi zat
Bejana diisi dengan 900 mL air suling dan thermostat dipasang pada suhu 300 C. jika suhu air di dalam bejana sudah mencapai 300 C dimasukkan 2 gram asam salisilat dan dihidupkan motor penggerak pada kecepatan 50 rpm. Air diambil sebanyak 20 mL dari bejana setiap selang waktu 1, 5, 10, 15, 20 menit setelah pengadukan. Setiap selesai pengambilan sampel, segera digantikan dengan 20 mL air suling. Ditentukan kadar asam salisilat terlarut dari setiap sampel dengan metode titrasi asam basa menggunakan NaOH 0,05 N dengan indikator fenolftalein. Dihitung faktor koreksi konestrasi asam salisilat yang diperoleh setiap selang waktu pengenceran yang dilakukan karena penggantian larutan sampel dengan air suling. Dilakukan percobaan yang sama dengan kecepatan pengadukan 100 dan 150 rpm untuk melihat pengaruh kecepatan pengadukkan terhadap kecepatan disolusi. Dicatat hasil yang diperoleh, dan dibuatlah hubungan antar konsentrasi asam salisilat yang diperoleh dengan waktu.
VI.             Data pengamatan
6.1.Pengaruh suhu terhadap kecepatan disolusi zat
Kecepatan 50 rpm pada temperatur 30

T (menit)


Volume NaOH (v1)

Konsentrasi (N2)

Konsentrasi yang Terkoreksi
1
1,5 mL
0,00375 N
-
5
1,2 mL
0,003 N
0,003083 N
10
1,8 mL
0,0045 N
0,00465 N
15
3,5 mL
0,00875 N
0,009 N
20
4,5 mL
0,01125 N
0,0116 N

Kecepatan 50 rpm pada temperatur 37

T (menit)


Volume NaOH (v1)

Konsentrasi (N2)

Konsentrasi yang Terkoreksi
1
0,9 mL
0,00225 N
-
5
2,8 mL
0,007 N
0,0075 N
10
5,7 mL
0,01425 N
0,0144 N
15
8,9 mL
0,02225 N
0,02277 N
20
12,5 mL
0,03125 N
0,3226 N

Kecepatan 50 rpm pada temperatur 45

T (menit)


Volume NaOH (v1)

Konsentrasi (N2)

Konsentrasi yang Terkoreksi
1
13,8 mL
0,0345 N
-
5
16,6 mL
0,0415 N
0,04226 N
10
20,5 mL
0,05125 N
0,0529 N
15
24,2 mL
0,0605 N
0,0623 N
20
28,6 mL
0,0715 N
0,07567 N

6.2  Pengaruh kecepatan pengadukan terhadap kecepatan disolusi zat
Kecepatan 50 rpm pada temperatur 30

T (menit)


Volume NaOH (v1)

Konsentrasi (N2)

Konsentrasi yang Terkoreksi
1
1,5 mL
0,00375 N
-
5
1,2 mL
0,003 N
0,003083 N
10
1,8 mL
0,0045 N
0,00465 N
15
3,5 mL
0,00875 N
0,009 N
20
4,5 mL
0,01125 N
0,0116 N

Kecepatan 100 rpm pada temperatur 30

T (menit)


Volume NaOH (v1)

Konsentrasi (N2)

Konsentrasi yang Terkoreksi
1
4,3 mL
0,01075 N
-
5
7,2 mL
0,018 N
0,0182 N
10
7,9 mL
0,01975 N
0,0203 N
15
11,1 mL
0,02775 N
0,0288 N
20
12 mL
0,03 N
0,004694 N

Kecepatan 150 rpm pada temperatur  30

T (menit)


Volume NaOH (v1)

Konsentrasi (N2)

Konsentrasi yang Terkoreksi
1
12,5 mL
0,03125 N
-
5
15,4 mL
0,0385 N
0,0391 N
10
16,1 mL
0,0405 N
0,04205 N
15
19,2 mL
0,048 N
0,05045 N
20
26,8 mL
0,067 N
0,0705 N

6.3  Perhitungan
6.3.1        Pembuatan Larutan NaOH Sebanyak 500 ml (Mr NaOH = 40)

6.4  Pengaruh suhu terhadap kecepatan disolusi zat
6.4.1        Perhitungan Konsentrasi  (N2)
            Kecepatan 50 rpm pada temperatur 30
1.      t1 (1 menit)
V1 x N1 = V2 x N2
1,5 mL x 0,05N = 20 mL x N2
N2 =    
            =  0,00375 N
2.      t5  (5 menit)
V1 x N1 = V2 x N2
1,2 mL x 0,05 = 20 mL x N2
N2 =  
= 0,003 N
3.      t10 (10 menit)
V1 x N1 = V2 x N2
1,8 mL x 0,05 = 20 mL x N2
N2 =  
= 0,04 N
4.      t15 (15 menit)
V1 x N1 = V2 x N2
3,5  mL x 0,05 = 20 mL x N2
N2 =   
= 0,00875 N
5.      t20 (20 menit)
V1 x N1 = V2 x N2
4,5 mL x 0,05 = 20 mL x N2
N2 =  
= 0,01125 N
Kecepatan 50 rpm pada temperatur 37
1.      t1 (1 menit)
     V1 x N1 = V2 x N2
     0,9 mL x 0,05 = 20 mL x N2
     N2 =  = 0,00225 N
2.      t5 (5 menit)
    V1 x N1 = V2 x N2
    2,8  mL x 0,05 = 20 mL x N2
    N2 =  = 0,007 N
3.        t10 (10 menit)
     V1 x N1 = V2 x N2
     5,7 mL x 0,05 = 20 mL x N2
    N2 =  = 0,01425 N
4.    t15 (15 menit)
V1 x N1 = V2 x N2
8,9 mL x 0,05 = 20 mL x N2
 N2 =  
 = 0,02225 N
5.      t20 (20 menit)
V1 x N1 = V2 x N2
12,5 mL x 0,05 = 20 mL x N2
 N2 =  
  = 0,03125 N
Kecepatan 50 rpm pada temperatur 45
1.      t1 (1 menit)
V1 x N1 = V2 x N2
13,8  mL x 0,05 = 20 mL x N2
N2 =  = 0,0345 N
2.      t5  (5 menit)
    V1 x N1 = V2 x N2
    16,6 mL x 0,05 = 20 mL x N2
    N2 =  = 0,0415 N
3.          t10 (10 menit)
V1 x N1 = V2 x N2
          20,5 mL x 0,05 = 20 mL x N2
           N2 =  = 0,05125 N
4.         t15 (15 menit)
  V1 x N1 = V2 x N2
  24,2 mL x 0,05 = 20 mL x N2
  N2 =  = 0,0605 N
5.    t20 (20 menit)
V1 x N1 = V2 x N2
28,6 mL x 0,05 = 20 mL x N2
N2 =  = 0,0715 N
6.5  Perhitungan Konsentrasi yang terkoneksi
Fktn =
Kecepatan 50 rpm pada temperatur 30
1.      Fkt5 =
         =  = 3,083 x 10-3 N
2.      Fkt10 =
         =  = 4,65 x 10-3  N
3.      Fkt15 =
       =  = 9 x 10-3  N
4.      Fkt20=
       =  = 0,0116 N
Kecepatan = 50 rpm pada temperatur = 37
1.      Fkt5 =
         =  = 7,05 x 10-3 N
2.      Fkt10 =
         =  = 0,0144 N
3.     Fkt15=
       =  = 0,02277 N
4.     Fkt20=
       =  = 0,03226 N
Kecepatan 50 rpm pada temperatur 45
1.     Fkt5 =
         =  = 0,04226 N
2.     Fkt10 =
         =  = 0,0529 N
3.     Fkt15=
       =  = 0,0623 N
4.     Fkt20=
       =  = 0,07567 N


6.6  Pengaruh kecepatan pengadukan terhadap kecepatan disolusi zat
6.6.1        Perhitungan Konsentrasi  (N2)
Kecepatan 50 rpm pada temperatur 30
1.      t1 (1 menit)
      V1 x N1 = V2 x N2
1,5 mL x 0,05 = 20 mL x N2
N2 =  = 3,75 x 10-3 
      =  0,00375 N
2.      t5 (5 menit)
V1 x N1 = V2 x N2
1,2 mL x 0,05 = 20 mL x N2
N2 =   
 =  0,003 N
3.      t10 (10  menit)
V1 x N1 = V2 x N2
1,8 mL x 0,05 = 20 mL x N2
        N2 =  = 4,5 x 10-3 
         =  0,0045 N
4.      t15 (15 menit)
V1 x N1 = V2 x N2
3,5  mL x 0,05 = 20 mL x N2
N2 =  = 8,75 x 10-3 
           =  0,00875 N
5.      t20 (20 menit)
  V1 x N1 = V2 x N2
  4,5 mL x 0,05 = 20 mL x N2
          N2 =  
               = 0,01125 N


          Kecepatan 100 rpm pada temperatur 30
1.      t1 (1 menit)
V1 x N1 = V2 x N2
4,3 mL x 0,05 = 20 mL x N2
N2 =  = 0,01075 N
2.      t5 (5 menit)
V1 x N1 = V2 x N2
7,2 mL x 0,05 = 20 mL x N2
N2 =  = 0,018 N
3.      t10 (10 menit)
V1 x N1 = V2 x N2
7,9 mL x 0,05 = 20 mL x N2
N2 =  = 0,01975 N
4.    t15 (20 menit)
V1 x N1 = V2 x N2
11,1 mL x 0,05 = 20 mL x N2
N2 =  = 0,02775 N
5.      t20 (20 menit)
V1 x N1 = V2 x N2
12 mL x 0,05 = 20 mL x N2
N2 =  = 0,03 N
Kecepatan 150 rpm pada temperatur 30
1.      t1 (1 menit)
V1 x N1 = V2 x N2
12,5 mL x 0,05 = 20 mL x N2
N2 =  = 0,03125 N
2.      t5 (5 menit)
  V1 x N1 = V2 x N2
  15,4 mL x 0,05 = 20 mL x N2
  N2 =  = 0,0385
3.      t10 (10 menit)
    V1 x N1 = V2 x N2
           16,2  mL x 0,05 = 20 mL x N2
           N2 =  = 0,0405 N
4.      t15 (15 menit)
  V1 x N1 = V2 x N2
  19,2 mL x 0,05 = 20 mL x N2
   N2 =  = 0,048 N
5.      t20 (20 menit)
            V1 x N1 = V2 x N2
            26,8 mL x 0,05 = 20 mL x N2
   N2 =  = 0,067 N
6.7  Perhitungan Konsentrasi yang terkoneksi
Fktn =
Kecepatan 50 rpm pada temperatur 30
1.  Fkt5 =
         =  = 3,083 x 10-3 N
2.  Fkt10 =
         =  = 4,6 x 10-3  N
3.    Fkt15 =
       =  = 9 x 10-3  N
4.  Fkt20=
       =  = 0,0116 N
Kecepatan = 100 rpm pada temperatur = 30
1.  Fkt5 =
         =  = 0,0182 N
2.  Fkt10 =
         =  = 0,0203N
3.    Fkt15 =
       =  = 0,0288 N
4.    Fkt20 =
       =  = 4,6944 x 10-3 N
Kecepatan 150 rpm pada temperatur 30
1.    Fkt5 =
         =  = 0,0391N
2.    Fkt10 =
         =  = 0,04205 N
3.    Fkt15 =
       =  = 0,05045 N
4.    Fkt20 =
       =  = 0,0705 N

6.8  Grafik
6.8.1        Pengaruh suhu terhadap kecepatan disolusi
















6.8.2        Pengaruh kecepatan pengadukan terhadap kecepatan disolusi



VII.          Pembahasan
            Pada pratikum ini, dilakukan uji kecepatan disolusi yang bertujuan untuk menentukan kecepatan disolusi suatu zat, dengan menerapkan faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan disolusi suatu zat yaitu kecepatan pengadukan dan suhu. Kecepatan disolusi adalah suatu ukuran yang menyatakan banyaknya suatu zat terlarut pada pelarut tertentu dengan setiap satuan waktu. Pengujian kecepatan disolusi  dilakukan terhadap asam salisilat dalam air.
        Asam salisilat memiliki gugus polar dan nonpolar. Gugus polar dari asam salisilat adalah OH- dan gugus nonpolar adalah gugus cincin benzene. Struktur tersebut menyebabkan asam salisilat larut pada sebagian pelarut polar dan sebagian pada pelarut nonpolar. Namun karena asam salisilat memiliki gugus polar  dan gugus nonpolar dalam satu gugus menyebabkan asam salisilat sukar larut pada pelarut polar saja atau nonpolar saja.
            Metode yang digunakan pada kecepatan disolusi ini adalah metode suspensi, dimana serbuk asam salisilat dimasukkan ke dalam air suling tanpa pengontrolan eksak terhadap luas permukaan partikelnya, penggunaan air suling berfungsi untuk seolah-olah Asam salisilat terlarut di dalam cairan lambung. setelah Asam salisilat terlarut didalam air suling, larutan tersebut diambil pada waktu 5, 10, 15, dan 20 menit, untuk melihat kecepatan kelarutan suatu Asam salisilat pada kurun waktu tersebut menyangkut tentang waktu yang dibutuhkan untuk melepaskan obat dalam bentuk sediaan dan diabsorbsi dalam tubuh. Dimulai dengan kecepatan 50 rpm pada suhu 30°C, 37°C, dan 45°C, karena seolah-olah untuk menyesuaikan suhu tubuh.  Kemudian kecepatan 50 rpm, 100 rpm, dan 150 rpm pada suhu 30°C. Penentuan kadar Asam salisilat dengan titrasi Asam basa menggunakan indikator Fenolptalein dan peniter NaOH 0,05 N, yang bertujuan untuk menghitung konsentrasi Asam salisilat pada setiap sampel yang diambil pada waktu tertentu. Penggunaan indikator Fenolptalein bertujuan untuk melihat titik akhir titrasi yang ditandai dengan perubahan warna larutan menjadi merah muda.
            Dapat dilihat pada hasil pengamatan, bahwa kecepatan pengadukan mempengaruhi konsentrasi asam salisilat. Terlihat bahwa konsentrasi asam salisilat semakin bertambah seiring cepatnya proses pengadukan dalam selang waktu 1, 5, 10, 15 dan 20 menit. Semakin lama pengadukan,konsentrasi asam salisilat semakin besar. Pada kecepatan 100 rpm, konsentrasi asam salisilat juga semakin besar dengan semakin lamanya proses pengadukan.  Begitu juga dengan kecepatan 150 rpm, ini dikarenakan kecepatan pengadukan mampu mengurangi tebalnya lapisan difusi dengan cepat. Lapisan difusi merupakan lapisan molekul air yang tidak dapat bergerak oleh adanya kekuatan adhesi dengan lapisan padatan sehingga semakin tebal lapisan difusi, suatu zat  akan lebih sukar larut. Kosentrasi asam salisilat pada 100 rpm mengalami peningkatan yang konstan karena waktu menjenuhkan larutan lebih lambat namun pada 150 rpm konsentrasinya pada menit 1 ke 5 mulai mengalami peningkatan yang sedikit, ini di sebabkan laju disolusi yang besar sehingga untuk mencapai titik jenuhnya lebih cepat.
            Dapat dilihat pada hasil pengamatan konsentrasi asam salisilat lebih besar pada suhu 45C. Konsentrasi asam salisilat mengalami peningkatan yang konstan, sedikit demi sedikit dari menit pertama sampai menit kelima dan seterusnya. Begitupun pada suhu 30°C dan juga suhu 37°C, mengalami kenaikkan konsentrasi pada setiap menitnya. Sedangkan pada suhu 45C, konsentrasi asam salisilat meningkat dengan cepat dan saat menuju menit ke 20 konsentrasi asam salisilat mengalami sedikit peningkatan karena hampir pada titik jenuhnya. Suhu yang lebih tinggi 45°C akan sangat berpengaruh terhadap kecepatan konsentrasi asam salisilat, dibandingkan dengan suhu 30C dan 37C. Ini disebabkan karena suhu akan memperbesar kelarutan zat yang bersifat endotermik dan memperbesar koefisien suatu zat. Dan juga dengan meningkatnya suhu dapat menurunkan viskositas suatu larutan dan menambah kecepatan disolusi suatu zat.

VIII.       Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa:
1.      Kecepatan disolusi Asam salisilat dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya yaitu suhu dan kecepatan pengadukan dengan menggunakan alat penentu kecepatan disolusi yaitu alat uji disolusi tipe dayung.
2.      Pada kedua faktor tersebut telah dibuktikan bahwa semakin tinggi suhu maka kecepatan disolusi Asam salisilat akan semakin meningkat dan semakin tinggi kecepatan pengadukan maka akan semakin meningkat pula kecepatan disolusi Asam salisilat.
3.      Hasil kelarutan Asam Salisilat pada suhu tertinggi yaitu 45  dihasilkan konsentrasi sebesar 0,0715 N, dan pada kecepatan pengadukan 150 rpm dihasilkan konsentrasi sebasar 0,067 N.












DAFTAR PUSTAKA

Amir, Syarif.dr, dkk.2007. Farmakologi dan Terapi. Edisi kelima. Gaya Baru. Jakarta.

Chang, Raymond.2005.Kimia Dasar 1 Jilid 2.Jakarta:Erlangga.
Dirjen POM, 2012. Farmakope Indonesia edisi V.
Effendi, M. Idris, 2005, Penuntun Praktikum Farmasi Fisika, Universitas   Hasanuddin Press, Makassar.
Tjay, Tan Hoan dan Kirana Rahardja, 2002. Obat – Obat Penting. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.

Prasetya, Jemmy Anton dkk. 2012. Petunjuk Praktikum Farmasi Fisika. Jimbaran:Udayana University Press.








Comments

Popular posts from this blog

LAPORAN MODUL 5 VISKOSITAS DAN RHEOLOGI FARMASI FISIKA

PERCOBAAN 5 VISKOSITAS DAN RHEOLOGI I.                    Tujuan Percobaan 1.1     Menerangkan arti viskositas dan rheologi 1.2     Membedakan cairan Newton dan cairan Non-Newton 1.3     Menentukan alat-alat penentuan viskositas dan rheologi 1.4     Menentukan viskositas dan rheologi cairan Newton dan Non-Newton 1.5     Menerangkan pengaruh BJ terhadap viskositas larutan II.                 Prinsip Percobaan Menentukan viskositas gliserin, propilenglikol, sirupus simpleks dengan mengukur kecepatan bola jatuh melalui cairan dalam tabung yang menggunakkan viskometer bola jatuh pada suhu tertentu. Mengukur viskositas dan sifat aliran cairan dengan menggunakan viskometer Brookfield berdasarkan kecepatan rotasi spindel 61, 62, 63 dan 64 dari suatu cairan...

LAPORAN MODUL 1 KELARUTAN FARMASI FISIKA

Modul 1 KELARUTAN I.                    Tujuan Percobaan 1.1   Menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi kelarutan suatu zat aktif. 1.2   Menentukan usaha yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kelarutan suatu zat. II.                 Prinsip Percobaan Menentukan kecepatan disolusi Asam salisilat berdasarkan pengaruh pelarut campur (kosolven), penambahan surfaktan, dan pH. III.              Teori Dasar 3.1 Kelarutan Secara kuantitatif, kelarutan suatu zat dinyatakan sebagai konsentrasi   zat     terlarut didalam larutan jenuhnya pada suhu dan tekanan tertentu. Kelarutan dinyatakan dalam satuan mililiter pelarut yang dapat melarutkan satu gram zat. Misalnya 1 gram asam salisilat akan larut dalam 500 mL air....

LAPORAN MODUL 3 TEGANGAN PERMUKAAN FARMASI FISIKA

TEGANGAN PERMUKAAN I.          Tujuan 1.     Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi tegangan permukaan 2.     Menggunakan alat-alat untuk penentuan tegangan permukaan 3.     Menentukan tegangan permukaan dan tegangan antarmuka zat cair 4.     Menentukan harga konsentrasi Misel Kritik (KMK) II.                                Prinsip Tegangan dalam permukaan ini adalah gaya persatuan panjang yang harus diberikan sejajar pada permukaan untuk mengimbangi tarikan ke dalam. Gaya ini tegangan permukaan mempunyai satuan dyne/cm dalam satuan cgs. Hal ini analog dengan keadaan yang terjadi bila suatu objek yang menggantung dipinggir jurang pada seutas tali ditarik ke atas oleh seseorang memegang tali tersebut dan berjalan me...

LAPORAN MODUL 2 STABILITA OBAT FARMASI FISIKA

Modul 2 STABILITA OBAT I.           Tujuan Percobaan 1.1   Menentukan tingkat reaksi penguraian suatu zat 1.2   Menentukan energi aktivasi dari reaksi penguraian suatu zat 1.3   Menentukan waktu kadaluarsa suatu zat 1.4   Menggunakan data kinetika kimia untuk memperkirakan kestabilan suatu zat 1.5   Menerangkan faktor-faktor yang mempengaruhi kestabilan suatu zat II.        Prinsip Percobaan             Menentukan stabilitas larutan Indometasin dengan cara uji stabilitas dipercepat pada suhu 60 0 ,70 0 , dan 80 0 C dengan rentang waktu 10, 30, 60, 90, dan 120 menit, dan menentukan waktu kadaluarsa larutan Indometasin dengan menentukan tingkat/orde reaksi penguraian melalui metode substitusi dan metode grafik, energi aktivasi menggunakan persamaan Arrhenius , dan K pada suhu 25 0 C. III.   ...

LAPORAN MODUL 4 EMULSIFIKASI FARMASI FISIKA

EMULSIFIKASI I.                                   Tujuan Percobaan 1.       Mengetahui perhitungan jumlah emulgator surfaktan untuk pembuatan emulsi 2.       Membuat emulsi yang stabil dengan emulgator golongan surfaktan 3.       Mengevaluasi ketidakstabilan suatu emulsi 4.       Menentukan HLB butuh suatu minyak II.       Prinsip             Pembuatan emulsi dengan menggunakan variasi HLB butuh 5,7,9,11,13 dan penentuan kestabilan emulsi yang didasarkan pada penampakan fisik dari emulsi misalnya perubahan volume, warna, dan pemisahan fase dalam jangka waktu tertentu pada kondisi yang dipaksakan. III.     ...